Rabu, 08 Juli 2009
Lelaki Laut Dari Ujung Halmahera
Akulah lelaki Halmahera
Ketika lahir dibilang canga
Tekadku batu meraja bagai hantu
Merampas harta dari tangan tentara Belanda
Akulah lelaki laut
Raja di laut sang bajak laut
Berlayar aku tiada bertitah
Kecuali niat menusuk penjajah
Akulah canga
Lelaki laut dari ujung Halmahera
Tiada bertahta tak butuh cinta
Seluruh harap hanya laut tempat menghamba
Ternate, 8 Juli 2009
Senin, 29 Juni 2009
Senin, 22 Juni 2009
Sekali Lagi Ijinkan Aku Datang ke Pulaumu
Setelah berpisah di malam itu, aku telah hilang sayang
Namamu menjadi layang-layang terbang melayang
Lelaki pengkhayal merindukan bayang-bayang
Tentang cinta yang terlanjur hilang dalam gamang
Bahwa aku diam-diam terus memujamu diantara sepinya hati
Dengan dupa dan sesaji sejak pagi hingga senja matahari
Senyumanmu terus menyalakan dupa setanggi
Demi kenangan yang terus kusimpan matahati
Maka biarkan sekali lagi aku berkunjung ke pulaumu nanti
Mencari-cari remah kenangan barangkali tak semuanya basi
Seperti janjiku sepulang kita menonton puisi
Meniti jalanan di dalam sepi biar waktu tak hilang lagi
Ternate, 20 Juni 2009
Jumat, 19 Juni 2009
Vina Dad Mon Para Moya
Senyuman yang dulu kau sematkan di tepi Danau Tolire
Masih tersimpan di reribun daunan pala
Lalu angin pantai Sulamadaha memapah kita
Pada harum dekapan mata, masihkah ada rasa?
Malam ini ingin kuraba wajahmu pada pasi bulan Juni
Tapi jejak yang kau tinggal telah menghitam di Batu Angus
Sebagai prasasti dan tanda kenang menjadi kelam
Rindu yang tersia telah melahar di dada Gamalama
Segera setelah ini hanya asin laut yang menjadikannya mati
Selamat jalan kekasih hati, vina dad mon para moya
Ternate, 18 Juni 2009
* Bahasa Daerah Sula Kepulauan
* vina dad mon para moya= Perempuan bukan engkau saja
Karena Pintu Kau Buka Dua
Tetapi ngilu terus menusuk membawa bisa di ekor pari
Lebamnya wajah Ternate adalah lebam di dada lelaki
Airmata terus menjala hingga membanjir ke jalanan kota
Sesat yang kau hela dengan khianat antara kita
Begitu terbaca di gerak suara, dusta kau tuang ke dalam piala
Lalu mengabur segala asa juga akad yang lama kujaga
Letihku merawat rindu adalah liur duniawi pada mulutmu
Melelehkan dendam birahimu hingga detik berpisah waktu
Dalam kemabukan mencari dunia, menari-nari di antara gulita
Tetes-tetes dosa tak mampu kuseka karena pintu kau buka dua
Ternate, 17 Juni 2009
Senin, 08 Juni 2009
Ternate Malam Hari dan Lelaki yang Sendiri
Tersipu malu memandang bumi
Sayup suara gala dan dentang tifa
Meniupkan lagu masa dahulu
Nanar hatiku mendekap rindu
Pada kekasih di ujung waktu
Ternate yang sunyi di malam hari
Menikam lelaki dalam sendiri, ah nyeri
Ternate, 6 Juni 2009
*Gala=alat musik tiup seperti seruling
Sabtu, 06 Juni 2009
Semakin Gagu Menghidu Asin
Sebagai tanda akan berpisah tanpa pelukan dan tanda mata
Lelaki yang lama meninggalkan pantai semakin gagu menghidu asin
Lalu alamat menjadi kelabu lantaran bahu terus merapuh
Kepada malamlah bintang-bintang melumatkan takdir
Tentang rindu yang lama tersingkir
Lalu awan menggunting cahaya ke dalam gelap bayangan malam
Tanpa matahati tiada harapan mengakrabkan jemari
Berlayar sendiri sama saja mengaramkan mimpi
Laju perahu tak lagi berarti entah kemana dan tak kembali
Ternate, 5 Juni 2009
Rabu, 27 Mei 2009
Satu Babak Kalamata
Aku terus menyimpan amarah diam-diam, dendam kesumat
Dalam sengau nyanyi kakaktua di hutan Halmahera
Meski tanah tersus digali demi emas dan upeti
Dari tunas-tunas pala dan pucuk daun cengkeh
Telah kuramu satu bisa paling racun untuk baginda
Dan demi singgasana yang kau curi tanpa suara
Sungguh akan kurebut kembali demi harga diri
Biar anak cucu tak sampai mati bunuh diri
Dari sini, dari tajam dan lancipnya tanjung Bobane igo
Akan kutikam jantungmu seperti Nuku kepada Belanda
Membawa sejuta cora-cora dan anak panah ke Ngara Lamo
Memintamu turun tahta dengan muntahan lahar Gamalama
Ternate, 27 Mei 2009
Rabu, 20 Mei 2009
Tanah Air Sio Kona
Sumpah Kaicil Paparangan pada niat merdeka dan harkat bangsa
Berbilang abad, Sultan Nuku mengangkat parang maju ke muka
Dari Tidore dengan Cora-cora dia sudah angkat senjata
Melaju ke Seram hingga Papua, Saidul Jihad lama berjaya
Di Raja Ampat membangun armada tapi sekarang negeri binasa
Masa kini adalah masa lalu yang datang berulang
Tapi siapa bisa paka dada menghadang kuasa, seperti Nuku pada Belanda
Di singgasana Salahakan salah kuasa
Dari pulau Sula sampai ujung Halmahera
Walau mereka bukan turunan kasta Istana
Kini negeri banjir airmata rakyat sengsara
Tapi Kolano seturut jua menimbun harta memuja wanita
Membangun Masjid untuk tempat menyepuh dosa
Pada wajah yang memang suasa
Siapa kini berdiri di muka mengangkat tinggi tongkat Sang Musa
Sio kona negeri nanena, hancur binasa Nuku tak ada
Ternate, 20 Mei 2009
Rumah Mimpi di Batas Pantai
Sambil berlari di pasir pantai
Diantara ombak dan senja yang rinai
Basah kakimu butiran air berwarna mimpi
Ada tawa sekujur muka
Di lapangnya dada cinta mengada
Kubayangkan engkau datang bersua
Membawa rasa yang dulu tertunda
Cinta yang lama kembali menyala
Berumah kita di batas pantai
Berdinding atap dari bunga-bunga
Seperti dahulu pernah terandai
Anak kita tertidur disana
Tapi sayang segala melayang
Kisah kita telah layang-layang
Terlanjur hilang menjadi bayang
Ternate, 19 Mei 2009
Minggu, 17 Mei 2009
Sayap Hitam Bidadari Haliyora
Telah melebarkan sayap kabut ke punggung
GamalamaLalu bayangan Halmahera timbul tenggelam
Di antara batas awan dan gelombang
Seperti juga harapan pada tanah kelahiran yang mengawang
Karena dusta dan khianat demi kursi
Hidup adalah melempar nasib ke mulut gurango
Tajam giginya memutus nurani dan akal sehat
Sama juga gelapnya mengikat nasib di sayap bidadari
Entah ke Khayangan entah ke Senayan
Harga sebuah kursi telah mereka beli
Dan tak kembali menyeka airmata anak sendiri
Ternate, 16 Mei 2009
* Haliyora=Nama lain Halmahera, Gurango=Ikan HiuSabtu, 09 Mei 2009
Manifesto Sepasang Rindu
Pada cinta yang telah kita ikrarkan sehidup semati
Jarak yang menghulu adalah ikatan yang mengakrabkan hati
Setia padamu adalah jalan menuju Ilahi, hanya Ridho-Nya yang kita cari
Menempuh perjalanan waktu tanpa di sisi engkau mengada
Adalah perjalanan panjang hakkat cinta, tak akan binasa
Bila diraba getar di dada hanya ada ketukan nada
Melagukan nana yang akrab di mata hingga nanti kita bersua
Tentang setia doakan saja biar tak ada hasrat berdusta
Membina rumah tangga tak semudah mengucapkan kata
Hanya dengan percaya amanah di dada tolonglah jaga
Biar airmata tak sampai datang berwajah sengsara
Perempuan Langsa dengan cinta bertudung seulanga
Tak ada rindu seindah airmatamu dari ujung telepon memanggil namaku
Selamat tidur kekasih hatiku hadirkan aku ke dalam mimpimu
Bandara Soekarno-hatta,. 9 Mei 2009
Pukul, 00.43 wib
Kamis, 07 Mei 2009
Mencintaimu Aceh
Bukan sembah ke duli tuanku Iskandar muda
Kepada Fansury hamba belajar memetik buih
Kepada gadismu hamba belajar mencari arti
Mencintaimu Aceh adalah kecintaan pada Ilahi
Pada nyawa yang telah berulangkali parsah pada moncong bedil
Pada perempuanku dulu yang kau ambil bersama tsunami
Pada anak yang kau rangkul di tanah sepi
Pada hidup yang terus memberi, aku beristri
Mencintaimu Aceh adalah nyawa seluruh keluarga
Tanah yang lama kurasa punya, teman dan saudara
Tak mungkin mati menjadi sia, janjiku setia
Mencintaimu Aceh adalah cinta tanah ibunda
Seperti sang laksamana mendera Belanda dahulu kala
Banda Aceh, 7 Mei 2009
Kamis, 30 April 2009
Permintaan Ombak
Buka mulutmu telanlah beta
Oh buka mulutmu telanlah beta
Gunalah apa beta hidup sendiri
Sedang semua melepaskan diri, memilih pergi
Kekasih tak ada anakpun tiada
Hanya luka mendepa dada
Ombak laut biru ombak pelarung pilu
Buka mulutmu telahlah beta, oh telanlah beta
Biar garam seluruh airmata
Pantai Lhok Nga- Aceh Besar, 30 April 2009
Pukul 23.00 wib
Senin, 27 April 2009
Balada Sang Manohara
Tersangkut engkau ditangan paduka
Pada titah ibu yang kini menghampa
Begitulah sesal tak datang pertama
Di sangkar istana berbalut sutra
Airmata kau dera menjadi telaga
Rembulan retak di sisi jendela
Datuk tertawa berpuas durjana
Di negeri Kelantan kau tuai airmata
Dari mimpi gelimang harta
Dahulu ibu mengantar kesana
Kini sesal datang mendera, siapa mengira
Ini kisah dua negara
Sejak dulu mengaku saudara
Tetapi Malaysia selalu mendera
Tak pernah lelah melempar cidera
Siapa kini jadi pembela
Si Manohara yang cantik jelita
Berharap tahta di negeri Malaysia
Ternyata datuk membawa petaka
Banda Aceh, 27 April 2009
Senin, 13 April 2009
Tersebab Saut
Mana sajak dan tuhan yang kau ajak bicara itu
Malam ini kirimkan mereka bersama sebotol bir
Biar kita pakai buat mabuk seperti dahulu
Pukimaklah kau Saut
Mana puisimu yang berbusa itu
Datangkanlah dalam kemabukan, aku rindu
Biar kita berdendang seperti dulu tak pandang bulu
Sambil Mama bakar sagu
Sinanggar tulo... umahuk uh mabuk
Cincin permata jeli itu
Ole sio sayangee...mula jadi na boloni
Situmorang mereka monyet kita orang
Pukimaklah Saut
Tersebab kau kutulis puisi ini
Banda Aceh, 14 April 2009
Meminang Gemuruh
Mahar Cinta Lelaki Ikan
Saling meminum saripati dari batang dan liang rahasia
Dari mana segala yang tabu menjadi cinta berbuah pahala
Saling merendam rasa hingga menganak sungai sekujur badan
Di lingkar pertama ada terucap salam dan doa
Dimudahkan jalan diringankan beban
Dilimpahkan rizki dan bahagia saling setia sampai menua
Hingga pada kepulangan dalam cita-cita saling bersama
Telah kita mengikatkan diri sejak akad tersumpahkan dari hati
Saling bertukar nafas dalam kemanjaan serupa Adam kepada Hawa
Dari mana segala cinta pernah ditinggikan hingga Salawat
Saling mengucap janji lalu cincin kita lingkarkan ke jari manis
Sejak itu arah pelayaran menjadi satu semanis madu
Lalu hari-hari berhambur senyum seperti matahari di pagi hari
Selalu datang membawa tawa setiap waktu semoga saja selalu begitu
Hingga setelah kepulangan kita saling tahu ada tanda untuk bersatu
Banda Aceh, 13 April 2009
Minggu, 12 April 2009
Selepas Senja Mengirimkan Duri
Selasa, 07 April 2009
Setudung Sajak Rindu
Detak yang meraja adakah itu pertanda rasa
Cinta yang membara atau perih datang mendera
Menyalalah duka jika saling membuang muka
Gerimiskah matamu jika rindu menusuk raga
Apakah dirasa dua hati saling mendamba
Cinta yang menyala dengan cincin sebagai tanda
Aku padamu begitu dalam menanam rasa
Banda Aceh, 7 April 2009
Minggu, 05 April 2009
Seturut Airmata
Seasin Laut Memerihkan Dada
Rabu, 01 April 2009
Berlayarlah Dengan Bendera Atas Nama Diri
Ingin kuajak dirimu serta dalam pelayaran mencari sepi
Tentang cinta dan rahasia waktu juga maqom tempat menuju
Tetapi kita punya alamat sendiri-sendiri, cobalah mencari
Punya tujuan sendiri-sendiri meski sama berperahu puisi
Gerimis itu penanda berpisah seperti jejak di setiap pulang
Sebagai tanda sapa yang memulangkan rindu ke asal sunyi
Meski kenangan terus menghidu asinnya buih seperti katamu
Pelayaran kita menempuh waktu tak bisa dibagi, sudah begitu
Ingin kuajakamu serta dalam serta palayaranku membuka rahasia
Tentang kesetian dan arah angin juga alamat untuk kembali
Tetapi kita punya perahu sendiri-sendiri untuk menuju dermaga sunyi
Jikapun pernah bersua bukan untuk tak saling berpisah, begitulah waktu
Maka layarilah lautmu sambil membaca gerakan angin
Mencari-cari jejak hakikat, yang mana emas yang mana loyang
Sungguh puisi hanyalah kata tetapi bukan berarti busa
Rajutlah ia menjadi layar sebagai bekal menuju kesana
Dengan atas nama diri sendiri begitulah kita menuju mati
Banda Aceh, 1 April 2009
Selasa, 31 Maret 2009
Sekerat Jarak
Seng Bisa Lupa
Kamis, 26 Maret 2009
Cuma Mau Bilang Cinta
Kalau memang seng ada suka
Beta cuma mau bilang cinta
Mengapa nona mesti tingkala
Kalau memang ada yang salah
Ampun beta jang ale marah
Beta cuma buang suara
Sapa tau nona lai suka
Kalau memang nona seng bisa
Kasih maaf jua par beta
Jangan nona salah menduga
Beta cuma mau bilang cinta
Banda Aceh, 27 Maret 2009
Jumat, 20 Maret 2009
Begitu Jauh Membuang Muka
Seperti dahulu ketika rasa berbunga-bunga di dada
Tetapi langit begitu jauh untuk ditera dengan kata
Kita telah pernah berbagi masa
Juga anak-anak dan tanda mata
Tetapi takdir siapa mengira
Selalu datang tanpa dikira begitu banyak airmata
Masa yang lalu tidak melulu adalah luka
Pernah pula tergambar cerita
Juga harapan dan cita-cita meski kini telah sirna
Sesekali ingin kutulis lagi puisi untukmu seperti dahulu
Tentang angrek dan edelweis atau setangkai anyelir dalam jambangan
Tetapi kata-kata selalu sangkut di sela ganggang menjelma karang
Lalu asin memenuhi ruang hati terkadang empedu
Sesekali ingin juga kutulis lagi untukmu puisi rindu
Seperti dahulu kata-kata mengakrabkan bahu merekatkan waktu
Tetapi kita telah begitu jauh membuang muka menumpuk duka
Hanya airmata menjadi penanda dua hati telah terluka
Banda Aceh, 20 Maret 2009
Kamis, 19 Maret 2009
Munajat Sang Penyair
Hingga sampai kepulanganku hanyalah kosong
Seperti juga kedatanganku yang tanpa apa-apa
Kita telah saling berjanji kepadamu aku pasti kembali
Ambillah ambil seperti perjanjian di pintu rahim
Hingga kepulanganku hanyalah rindu untuk bertemu
Kekasih sejati di pusat sunyi seperti puisi yang kau bisiki
Menyusun harap sepenuh hati menuju engkau Ilahi Rabbi
Banda Aceh, 19 Maret 2009
Rabu, 18 Maret 2009
Sajak Kepulangan
Tentang anak yang kau panggil pulang
Tentang istri yang berlari pulang
Tentang harapan dan reruntuhan
Juga cita-cita yang terlanjur hilang
Kini berlayar aku ke kampung halaman
Dengan luka menembus tulang
Masa depan atau karam
Hanya engkau alamat bertahan
Ada dan tiada apalah artinya
Jika engkau mengambil pulang
Banda Aceh, 19 Maret 2009
Terancam Karam
Rerimbun Pilu
Selasa, 17 Maret 2009
Sebelum Israfil Meniup Naviri
Meski bila malam terlalu gelap untuk mencari
Apakah kau tahu begitu pedih ancaman cemeti
Mari bersiap diri sebelum Israfil meniup naviri
Gelombang hidup jangan sampai menyiutkan nyali
Ialah syarat bagi manusia menyucikan diri
Maka berlayarlah menuju cinta paling hakiki
Tempat dimana semua yang ada akan kembali
Banda Aceh, 17 Maret 2009
Kamis, 12 Maret 2009
Ke Dalam Cahaya Nur yang Satu
Ijinkan aku menujumu dengan kata-kata yang kusebut puisi
Begitu engkau mengajari Rasul-Mu untuk membaca
Maka kuturut perintah itu mengitari harumnya bumi
Sepanjang pelayaran sepanjang pengembaraan
Segala alamat tertuju pada-Mu ke batang teratai di batas terjauh
Lalu ketika Musa menepuk dada melupakan wara
Akupun menyelami hikmah di balik teguranMu
Jangan terlena di bukit Tursina insan mulia
Carilah dia di batas pertemuan dua tepi laut
Sejak dahulu sudah tercatat sebagai hakekat Surat Al Furqan
Begitu puisi mengajarkanku pulang padamu menjadi Satu
Siapa aku engkaulah yang menahu serupa Adam ataukah Nur
Asal yang satu kembali ke satu begitu engkau menuangkan rindu
Mim yang rindu Alif yang satu hendak kesana aku menuju
Membawa pulang tubuh yang biru ke dalam Cahaya Nur yang satu
Banda Aceh, Jumat 13 Maret 2009
Senin, 09 Maret 2009
Ke Dalam Harum Dekapan Ibu
untuk bersimpuh di kaki Ibu
Tak luput jua kuziarahi pusara Bapak
Luka-luka yang lama bernanah
Terasa kering lekat kembali
Ada cinta begitu berderai sepanjang senja
yang memang basah
Di kota Ternate telah kutanda jejak pulang
Seperti menanda bibir kekasih
Rindu yang lama derita yang menua
Lenyap sudah tergulung cuaca
Pulang padamu Ibu seperti bayi mungil dahulu
Senja di kota Ternate seperti manis sebatang tebu
Hujanlah yang menanda jejak pulangku
ke dalam harum dekapan Ibu
Ternate, 1 Maret 2009
Selasa, 24 Februari 2009
Metafora Para Pelayar
Jarak tempuh cuma sejengkal terbaca dimuka
Selebihnya luka-luka merusak dada
Hitam dan kelam memotret cerita sebagai bayang-bayang
Sekian lama menampung derita
Palka dan geladak terendam airmata
Sebagai pelayar jalan pulang bukanlah rumah
Alamat menuju hanya lautan sekujur waktu
Merakit hidup dalam getir dan patah hati
Kekasih sejati hanya layar dan tali-temali
Tiada halangan paling berarti
Pelayar sejati memerlukan nyali
Sekali layar menusuk langit
Perahu melaju dan tak kembali
Berlayar pulang hanyalah mati
Banda Aceh, 25 Februari 2009
Kamis, 19 Februari 2009
Semakin Aku Termabuk Rindu
Kekasihku langitkah itu lautkah itu engkau satu
Kemanapun arah melaju hanya kau tempat menuju
Tuntunlah aku merapat ke sisimu menjadi satu
Air mengalir ombak menari ke arah muara saling mencari
Aku padamu sesungguh hati engkau Ilahi kekasih sejati
Ilusi dunia tak akan kucari selain pintu untuk kembali
Merawat mimpi dan janji sehati mencari mati biar abadi
Rindu menjalar harapan menyebar harapkan Mahsyar
Berilah sayap lebarkan layar berapa harga akan kubayar
Tiada tujuan selain engkau arah kemana aku berlayar
Demi cinta kubayar mahar menuju engkau sepenuh sabar
Banda Aceh, 20 Februari 2009
Bambu Sudah Gila Hati Nona Sudah Tapela
Menggambar luka sepenuh muka
Melarung debu sekujur tubuh
Merendam garam sebatang punggung
Masa depan tiada berujung, gelappun turun
Perempuan pergi lelakipun mati
Latuan sunyi nelayan pasi, tak ada bini
Di ujung meti jin salai merapal doti-doti
Sudah gila, ini bambu sudah gila, bambu gila
Hati nona sudah tapela sudah merana
Dimana-mana airmata dimana-mana luka
Sio kona badan binasa sio kona hati sengsara
Perempuan berduka lelaki putus asa
Banda Aceh, 19 Februari 2009
*Jin salai= setan menari, Tapela=retak, Sio kona=aduh kasihan
Minggu, 15 Februari 2009
Sekamar Rindu Setubuh Pilu
Pulang saja seperti bangau ke arah sunyi
Meskipun nasib terasa payau dan hari-hari
Muara yang sunyi selalu setia memeluk janji
Hidup adalah belati seperti juga ruang di hati
Jikapun mati jangan sampai menusuk diri
Meski rindu terasa usang dan basa-basi
Layar yang dulu janji yang palsu
Jangan karam itu perahu
Teruskan saja arah manuju
Seiring waktu sejukur linu menjelma batu
Sekamar rindu setubuh pilu menjadi biru
Banda Aceh, 16 Februari 2009
Selasa, 10 Februari 2009
Satu Sajak Kehilangan
Bulan merangkak dari kaki timur langit
Di tepian krueng Aceh dan malam yang pasi
Kubaca gerak bibirmu terasa retak
Sekaleng bir dalam kemasan palsu
Merapatkan hangatmu yang dahulu ada
Sendiri begini luka-luka kian menganga
Menambah derita di dalam dada
Ke arah mana mencari muara
Tiada alamat tempat bersua
Rindu membara engkaupun tiada
Sebatang kara memanggul sengsara
Menyandarkan duka kepada siapa
Aku merana menahan siksa, menunggu binasa
Banda Aceh, 11 Februari 2009