
Pada perjalanan yang lama kita anyam sebagai tikar daun pandan
Aku ingin makan siang dengan senyumanmu di atas tilam
Menjadi matahari menjadi matahati tanpa sakit atau mati
Sebagai bangau aku butuh pulang merendam diri ke dalam pelukan
Sebagai ombak kau terlanjur amuk, terus mengamuk mengubur kenangan
Tanpa batas kesabaran kau cincang seisi cerita, juga akar bakau yang tercerabut
Mengamuklah kau hingga pecah batu karang, kapal dan perahu aku karam
Kita lantas memilin masa lalu sebagai lolongan anjing dan kura-kura
Sekarang apa yang bisa kita bungkus sebagai bekal palayaran, juga impian
Sisa parjalanan adalah hantu laut yang gelap mata, mengintai dengan seringai
Sedang di geladak kau terus meronta demi rahimmu yang ternyata gulita
Mengandung taring pari dan bisa ular laut setelah satu musim persetubuhan
Sebelum elang menukik tajam di ujung tanjung, angin pancaroba datang menusuk
Debur ombak dan tiupan layar melajukan birahi sebagai sampan dan tiang kemudi
Dari tubuhku yang menjelma api aroma wajahmu dendam kesumat membunuh pagi
Meski kita saling malahap pada satu batas waktu sebelum dahaga tertuntaskan sebagai diam
Banda Aceh, 21 April 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar