Senin, 10 November 2008

Satu Babak Tanah Girah

Meza Swastika ucap ibu pada diri sendiri
Dalam kelemahan menjelang ajal. Akulah Behula
Ku pilih sendiri jalan perkawinan sebagai siasat
Tak harus setia kepada Airlangga kurebut engkau
Diah Ratna Manggali, setialah pada hati meski ingkar kepada bumi

Jarak yang kau hela apakah dendam yang terlalu samar
Atau karena gelapnya kecewa di bawah bantal
Biar saja tusuk mata serupa nujum menikam punggung
Berlayarlah denganku tidak untuk Daha tetapi untuk kita

Kitab Lipyakara punya ibu penuh amuk telah kucuri
Cerita setelah ini hanyalah aku dan kamu, tak usah ragu
Masa depan adalah lautan yang menghampar
Kita hanya butuh keberanian untuk mendayung, ayo maju

Lelehan arak api adalah lelehan murka ibu di pantai Kediri
Akan ku minum demi engkau yang terlanjur aku sayangi
Setialah berjanji tak akan lagi berpaling hati, akhir tahun nanti
Aku kembali membawa hati, asal kau mau menanti

Banda Aceh, 11 Oktober 2008

Tidak ada komentar: