
Lalu puisi terus mengalir dari tajam mata air, airmata
Berdepa luka terus kuhela hingga laut berubah warna, merah saga
Hitam warna angin meniupkan tuba lalu binasa hasrat dahaga
Kemarau mematahkan ranting sajak terasa garam aroma nafas
Berderak-derak perahu retak, tersayat-sayat cinta sekarat
Kepada matahari, aku rindu dekapanmu tajamnya matahati
Peluklah aku selagi angin masih timur, sebelum padam nyala puisi
Banda Aceh, 24 Oktober 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar