Senin, 27 Oktober 2008

Dua Garis Nasib

Aku tersedak meraba detak nadimu pada dinding-dinding batu
Seperti melacak jejak Hawa dalam kegersangan aroma pasir
Barat dan Timur melingkarkan luka terasa lengan tertusuk bisa
Dimana tapal batas dahulu Adam menjemputmu, Aku tak tahu

Lalu ketika angin mengirimkan desahan seperti nafas para ratu
Kau menjelma Cleopatra dengan lirikan paling tabu di ujung waktu
Aku terkapar membaca detakan nadi seperti Firaun terkurung laut
Lalu tergesa mengapai jejakmu yang menghilang terkubur arus

Kitalah pertentangan dua arus yang memisahkan Musa dengan Firaun
Pada batas keyakinan yang membelah laut sebagai jalan menuju selamat
Takdir telah memilah kita sebagai dua garis nasib, tak mungkin satu
Hingga pada puisi ini tertuliskan sudah tak mungkin menjelma prasasti

Banda Aceh, 27 Oktober 2008

Tidak ada komentar: