
Masih melekat aroma doa, suara tahlilan dan wangi kasuba
Pada ketika Jumat malam terakhir jelang kepergian
Juga sisa airmata dari perempuan bermata pari
Yang terus kuhisap sebagai getar pembunuh rindu
Batu terakhir yang kupungut sebelum menaiki perahu
Kini tergantung di pinggang sebagai jimat dan penanda pulang
Meski alamat tak lagi tercatat, janji di kampung tak mati terbunuh
Berlayar pulamg-berlayar pulang, sio mama anakmu sengsara
Lalu seperti puisimu yang mengabarkan hujan Januari
Telah kutatah suku cadang perahu dari layar ke tali kemudi
Memompa rindu sepenuh palka sebagai bekal menuju ibu
Meski luka sepenuh tubuh berlayar pulang kuyakin mampu
Banda Aceh, 22 Januari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar