Ombak laut biru ombak pelumat pilu
Buka mulutmu telanlah beta
Oh buka mulutmu telanlah beta
Gunalah apa beta hidup sendiri
Sedang semua melepaskan diri, memilih pergi
Kekasih tak ada anakpun tiada
Hanya luka mendepa dada
Ombak laut biru ombak pelarung pilu
Buka mulutmu telahlah beta, oh telanlah beta
Biar garam seluruh airmata
Pantai Lhok Nga- Aceh Besar, 30 April 2009
Pukul 23.00 wib
Kamis, 30 April 2009
Senin, 27 April 2009
Balada Sang Manohara
Karena molek paras dan rupa
Tersangkut engkau ditangan paduka
Pada titah ibu yang kini menghampa
Begitulah sesal tak datang pertama
Di sangkar istana berbalut sutra
Airmata kau dera menjadi telaga
Rembulan retak di sisi jendela
Datuk tertawa berpuas durjana
Di negeri Kelantan kau tuai airmata
Dari mimpi gelimang harta
Dahulu ibu mengantar kesana
Kini sesal datang mendera, siapa mengira
Ini kisah dua negara
Sejak dulu mengaku saudara
Tetapi Malaysia selalu mendera
Tak pernah lelah melempar cidera
Siapa kini jadi pembela
Si Manohara yang cantik jelita
Berharap tahta di negeri Malaysia
Ternyata datuk membawa petaka
Banda Aceh, 27 April 2009
Tersangkut engkau ditangan paduka
Pada titah ibu yang kini menghampa
Begitulah sesal tak datang pertama
Di sangkar istana berbalut sutra
Airmata kau dera menjadi telaga
Rembulan retak di sisi jendela
Datuk tertawa berpuas durjana
Di negeri Kelantan kau tuai airmata
Dari mimpi gelimang harta
Dahulu ibu mengantar kesana
Kini sesal datang mendera, siapa mengira
Ini kisah dua negara
Sejak dulu mengaku saudara
Tetapi Malaysia selalu mendera
Tak pernah lelah melempar cidera
Siapa kini jadi pembela
Si Manohara yang cantik jelita
Berharap tahta di negeri Malaysia
Ternyata datuk membawa petaka
Banda Aceh, 27 April 2009
Senin, 13 April 2009
Tersebab Saut
Pukimak Saut kusayang kali sama kau
Mana sajak dan tuhan yang kau ajak bicara itu
Malam ini kirimkan mereka bersama sebotol bir
Biar kita pakai buat mabuk seperti dahulu
Pukimaklah kau Saut
Mana puisimu yang berbusa itu
Datangkanlah dalam kemabukan, aku rindu
Biar kita berdendang seperti dulu tak pandang bulu
Sambil Mama bakar sagu
Sinanggar tulo... umahuk uh mabuk
Cincin permata jeli itu
Ole sio sayangee...mula jadi na boloni
Situmorang mereka monyet kita orang
Pukimaklah Saut
Tersebab kau kutulis puisi ini
Banda Aceh, 14 April 2009
Mana sajak dan tuhan yang kau ajak bicara itu
Malam ini kirimkan mereka bersama sebotol bir
Biar kita pakai buat mabuk seperti dahulu
Pukimaklah kau Saut
Mana puisimu yang berbusa itu
Datangkanlah dalam kemabukan, aku rindu
Biar kita berdendang seperti dulu tak pandang bulu
Sambil Mama bakar sagu
Sinanggar tulo... umahuk uh mabuk
Cincin permata jeli itu
Ole sio sayangee...mula jadi na boloni
Situmorang mereka monyet kita orang
Pukimaklah Saut
Tersebab kau kutulis puisi ini
Banda Aceh, 14 April 2009
Meminang Gemuruh
Mahar Cinta Lelaki Ikan
Telah kita berlayar bersama sejak akad disumpahkan demi hati
Saling meminum saripati dari batang dan liang rahasia
Dari mana segala yang tabu menjadi cinta berbuah pahala
Saling merendam rasa hingga menganak sungai sekujur badan
Di lingkar pertama ada terucap salam dan doa
Dimudahkan jalan diringankan beban
Dilimpahkan rizki dan bahagia saling setia sampai menua
Hingga pada kepulangan dalam cita-cita saling bersama
Telah kita mengikatkan diri sejak akad tersumpahkan dari hati
Saling bertukar nafas dalam kemanjaan serupa Adam kepada Hawa
Dari mana segala cinta pernah ditinggikan hingga Salawat
Saling mengucap janji lalu cincin kita lingkarkan ke jari manis
Sejak itu arah pelayaran menjadi satu semanis madu
Lalu hari-hari berhambur senyum seperti matahari di pagi hari
Selalu datang membawa tawa setiap waktu semoga saja selalu begitu
Hingga setelah kepulangan kita saling tahu ada tanda untuk bersatu
Banda Aceh, 13 April 2009
Saling meminum saripati dari batang dan liang rahasia
Dari mana segala yang tabu menjadi cinta berbuah pahala
Saling merendam rasa hingga menganak sungai sekujur badan
Di lingkar pertama ada terucap salam dan doa
Dimudahkan jalan diringankan beban
Dilimpahkan rizki dan bahagia saling setia sampai menua
Hingga pada kepulangan dalam cita-cita saling bersama
Telah kita mengikatkan diri sejak akad tersumpahkan dari hati
Saling bertukar nafas dalam kemanjaan serupa Adam kepada Hawa
Dari mana segala cinta pernah ditinggikan hingga Salawat
Saling mengucap janji lalu cincin kita lingkarkan ke jari manis
Sejak itu arah pelayaran menjadi satu semanis madu
Lalu hari-hari berhambur senyum seperti matahari di pagi hari
Selalu datang membawa tawa setiap waktu semoga saja selalu begitu
Hingga setelah kepulangan kita saling tahu ada tanda untuk bersatu
Banda Aceh, 13 April 2009
Minggu, 12 April 2009
Selepas Senja Mengirimkan Duri
Selasa, 07 April 2009
Setudung Sajak Rindu
Hujankah hatimu bila meraba getir di dada
Detak yang meraja adakah itu pertanda rasa
Cinta yang membara atau perih datang mendera
Menyalalah duka jika saling membuang muka
Gerimiskah matamu jika rindu menusuk raga
Apakah dirasa dua hati saling mendamba
Cinta yang menyala dengan cincin sebagai tanda
Aku padamu begitu dalam menanam rasa
Banda Aceh, 7 April 2009
Detak yang meraja adakah itu pertanda rasa
Cinta yang membara atau perih datang mendera
Menyalalah duka jika saling membuang muka
Gerimiskah matamu jika rindu menusuk raga
Apakah dirasa dua hati saling mendamba
Cinta yang menyala dengan cincin sebagai tanda
Aku padamu begitu dalam menanam rasa
Banda Aceh, 7 April 2009
Minggu, 05 April 2009
Seturut Airmata
Seasin Laut Memerihkan Dada
Rabu, 01 April 2009
Berlayarlah Dengan Bendera Atas Nama Diri
*reza
Ingin kuajak dirimu serta dalam pelayaran mencari sepi
Tentang cinta dan rahasia waktu juga maqom tempat menuju
Tetapi kita punya alamat sendiri-sendiri, cobalah mencari
Punya tujuan sendiri-sendiri meski sama berperahu puisi
Gerimis itu penanda berpisah seperti jejak di setiap pulang
Sebagai tanda sapa yang memulangkan rindu ke asal sunyi
Meski kenangan terus menghidu asinnya buih seperti katamu
Pelayaran kita menempuh waktu tak bisa dibagi, sudah begitu
Ingin kuajakamu serta dalam serta palayaranku membuka rahasia
Tentang kesetian dan arah angin juga alamat untuk kembali
Tetapi kita punya perahu sendiri-sendiri untuk menuju dermaga sunyi
Jikapun pernah bersua bukan untuk tak saling berpisah, begitulah waktu
Maka layarilah lautmu sambil membaca gerakan angin
Mencari-cari jejak hakikat, yang mana emas yang mana loyang
Sungguh puisi hanyalah kata tetapi bukan berarti busa
Rajutlah ia menjadi layar sebagai bekal menuju kesana
Dengan atas nama diri sendiri begitulah kita menuju mati
Banda Aceh, 1 April 2009
Ingin kuajak dirimu serta dalam pelayaran mencari sepi
Tentang cinta dan rahasia waktu juga maqom tempat menuju
Tetapi kita punya alamat sendiri-sendiri, cobalah mencari
Punya tujuan sendiri-sendiri meski sama berperahu puisi
Gerimis itu penanda berpisah seperti jejak di setiap pulang
Sebagai tanda sapa yang memulangkan rindu ke asal sunyi
Meski kenangan terus menghidu asinnya buih seperti katamu
Pelayaran kita menempuh waktu tak bisa dibagi, sudah begitu
Ingin kuajakamu serta dalam serta palayaranku membuka rahasia
Tentang kesetian dan arah angin juga alamat untuk kembali
Tetapi kita punya perahu sendiri-sendiri untuk menuju dermaga sunyi
Jikapun pernah bersua bukan untuk tak saling berpisah, begitulah waktu
Maka layarilah lautmu sambil membaca gerakan angin
Mencari-cari jejak hakikat, yang mana emas yang mana loyang
Sungguh puisi hanyalah kata tetapi bukan berarti busa
Rajutlah ia menjadi layar sebagai bekal menuju kesana
Dengan atas nama diri sendiri begitulah kita menuju mati
Banda Aceh, 1 April 2009
Langganan:
Postingan (Atom)