Selasa, 31 Maret 2009
Sekerat Jarak
Lurus tiang layar tanpa angin tiada mengembang
Antara harapan dan kecemasan memucat pasang
Ada jarak mulai terpancang meski bayang-bayang
Banda Aceh, 31 Maret 2009
Seng Bisa Lupa
Kamis, 26 Maret 2009
Cuma Mau Bilang Cinta
Kalau memang seng ada suka
Beta cuma mau bilang cinta
Mengapa nona mesti tingkala
Kalau memang ada yang salah
Ampun beta jang ale marah
Beta cuma buang suara
Sapa tau nona lai suka
Kalau memang nona seng bisa
Kasih maaf jua par beta
Jangan nona salah menduga
Beta cuma mau bilang cinta
Banda Aceh, 27 Maret 2009
Jumat, 20 Maret 2009
Begitu Jauh Membuang Muka
Seperti dahulu ketika rasa berbunga-bunga di dada
Tetapi langit begitu jauh untuk ditera dengan kata
Kita telah pernah berbagi masa
Juga anak-anak dan tanda mata
Tetapi takdir siapa mengira
Selalu datang tanpa dikira begitu banyak airmata
Masa yang lalu tidak melulu adalah luka
Pernah pula tergambar cerita
Juga harapan dan cita-cita meski kini telah sirna
Sesekali ingin kutulis lagi puisi untukmu seperti dahulu
Tentang angrek dan edelweis atau setangkai anyelir dalam jambangan
Tetapi kata-kata selalu sangkut di sela ganggang menjelma karang
Lalu asin memenuhi ruang hati terkadang empedu
Sesekali ingin juga kutulis lagi untukmu puisi rindu
Seperti dahulu kata-kata mengakrabkan bahu merekatkan waktu
Tetapi kita telah begitu jauh membuang muka menumpuk duka
Hanya airmata menjadi penanda dua hati telah terluka
Banda Aceh, 20 Maret 2009
Kamis, 19 Maret 2009
Munajat Sang Penyair
Hingga sampai kepulanganku hanyalah kosong
Seperti juga kedatanganku yang tanpa apa-apa
Kita telah saling berjanji kepadamu aku pasti kembali
Ambillah ambil seperti perjanjian di pintu rahim
Hingga kepulanganku hanyalah rindu untuk bertemu
Kekasih sejati di pusat sunyi seperti puisi yang kau bisiki
Menyusun harap sepenuh hati menuju engkau Ilahi Rabbi
Banda Aceh, 19 Maret 2009
Rabu, 18 Maret 2009
Sajak Kepulangan
Tentang anak yang kau panggil pulang
Tentang istri yang berlari pulang
Tentang harapan dan reruntuhan
Juga cita-cita yang terlanjur hilang
Kini berlayar aku ke kampung halaman
Dengan luka menembus tulang
Masa depan atau karam
Hanya engkau alamat bertahan
Ada dan tiada apalah artinya
Jika engkau mengambil pulang
Banda Aceh, 19 Maret 2009
Terancam Karam
Rerimbun Pilu
Selasa, 17 Maret 2009
Sebelum Israfil Meniup Naviri
Meski bila malam terlalu gelap untuk mencari
Apakah kau tahu begitu pedih ancaman cemeti
Mari bersiap diri sebelum Israfil meniup naviri
Gelombang hidup jangan sampai menyiutkan nyali
Ialah syarat bagi manusia menyucikan diri
Maka berlayarlah menuju cinta paling hakiki
Tempat dimana semua yang ada akan kembali
Banda Aceh, 17 Maret 2009
Kamis, 12 Maret 2009
Ke Dalam Cahaya Nur yang Satu
Ijinkan aku menujumu dengan kata-kata yang kusebut puisi
Begitu engkau mengajari Rasul-Mu untuk membaca
Maka kuturut perintah itu mengitari harumnya bumi
Sepanjang pelayaran sepanjang pengembaraan
Segala alamat tertuju pada-Mu ke batang teratai di batas terjauh
Lalu ketika Musa menepuk dada melupakan wara
Akupun menyelami hikmah di balik teguranMu
Jangan terlena di bukit Tursina insan mulia
Carilah dia di batas pertemuan dua tepi laut
Sejak dahulu sudah tercatat sebagai hakekat Surat Al Furqan
Begitu puisi mengajarkanku pulang padamu menjadi Satu
Siapa aku engkaulah yang menahu serupa Adam ataukah Nur
Asal yang satu kembali ke satu begitu engkau menuangkan rindu
Mim yang rindu Alif yang satu hendak kesana aku menuju
Membawa pulang tubuh yang biru ke dalam Cahaya Nur yang satu
Banda Aceh, Jumat 13 Maret 2009
Senin, 09 Maret 2009
Ke Dalam Harum Dekapan Ibu
untuk bersimpuh di kaki Ibu
Tak luput jua kuziarahi pusara Bapak
Luka-luka yang lama bernanah
Terasa kering lekat kembali
Ada cinta begitu berderai sepanjang senja
yang memang basah
Di kota Ternate telah kutanda jejak pulang
Seperti menanda bibir kekasih
Rindu yang lama derita yang menua
Lenyap sudah tergulung cuaca
Pulang padamu Ibu seperti bayi mungil dahulu
Senja di kota Ternate seperti manis sebatang tebu
Hujanlah yang menanda jejak pulangku
ke dalam harum dekapan Ibu
Ternate, 1 Maret 2009