Selasa, 23 Desember 2008

Hujan di atas Keerkhof

Malam gerimis

Hujan di atas keerkhof

Kita telah sampai di garis mati

Kumohon lepaskan aku


Banda Aceh, 24 Desember 2008





Minggu, 21 Desember 2008

Menjadi Karam

Pernahkah malam mengajarimu meraba gelap

Sehingga engkau mengerti bagaimana menghargai cahaya

Meraba ruang hati sama dalamnya mengukur rahasia laut

Pada tiap-tiap palung, luas dan lapangnya selalu tak sama


Mudah bagimu tak mudah untukku

Apalagi jika langit sendang berawan

Berlayar bersama, sama juga memecah perahu

Dua pilihan berbeda membawa kita ke amuk badai

Lalu tujuan menjadi karam


Banda Aceh, 22 Desember 2008

Kamis, 18 Desember 2008

Pada Sebuah Masa Lalu

Malam ini angin mengirimkan getar jemarimu
Ke ruang-ruang kenangan pada sebuah masa lalu
Dan bulanpun menyusun berlipat senyum
Seperti wajahmu yang selalu kurindu

Tentang kita selalu kutampung semua cerita
yang dahulu merah jambu dan menggenangi ruang dada

Malam ini di sudut taman budaya
Siluetmu menepi di ujung bangku
Dalam kosongnya perjalanan waktu

Sore tadi telah kudatangi pantai Ulee Lheu
Dengan keberanian yang bertahun kukumpulkan
Sejak amuk laut mengirimmu menuju langit
Lalu dua baris airmata mengalir turun
Seturut matahari yang pulang ke laut

Dan malam ini aku kembali kuyup
Mengeja wajahmu dalam dekapan yang hanya angin


Taman Budaya Banda Aceh, 17 Desember 2008

Minggu, 14 Desember 2008

Sasakala Hujan

Puisikah atau wajahmu tak lagi bulan, begitu kaca

Debaran dada yang kau pantulkan ke muka sungai

terasa samar dan bayang-bayang, begitu riak terasa retak


Menelusuri jejakmu terasa kenangan kian padam

Hujan memperkelam malam yang memang suram


Adakah janji masih terselip di batas dermaga

Setelah berturut-turut malam meniupkan sasakala hujan?


Banda Aceh, 14 Desember 2008


Sajak Kalajengking

Di sini pernah kau tikamkan sebuah kesesatan
Dalam nikmat beranak pinak hingga peluh menganak sungai
Sekujur lembab dan pengap tersebab api erangan berlimpahan
Dekap-mendekap hingga binasa segala jarak, hampir melekat

Dari celah bibir kata-kata berlompatan menjadi kalajengking
Menjadi kepiting tajam menjepit ke liang keindahan
Cakar-mencakar punggung tersekap mengirim getar
Sebatang kaktus telah tertancap ke dalam genangan magma
Lalu terkulai samping-menyamping menyungging senyum
Puas mengukur tingginya jarak pendakian, indah nian

Di sini segala kenikmatan pernah kita reguk melebihi batas waktu
Lalu senja mempesengketakan bayangan yang kian memanjang
Padahal gerai rambutmu masih terselip di sela kuku
Barangkali sengaja kutanam atau besok menjadi tanda mata

Banda Aceh, 13 Desember 2008

Selasa, 09 Desember 2008

Perempuan Berhati Ungu

Seperti ibu kasih darimu selalu kutunggu

Meredam pilu dari pelarian dan jarak waktu

Dadamu itu teluk paling biru selalu kurindu

Jangan malu, aku pelaut tak mencari madu

Peluklah aku yang kini merapuh tertikam waktu


Malam begitu ngilu umpama batu menimpa kuku

Jauh dari ibu tanpa seorang tempat mengadu

Tulus dekapanmu sungguh meredam semua deru

Perempuan berhati ungu cuma engkau begitu kuperlu


Banda Aceh, 8 Desember 2008

Menjadi Sunyi

Seperti musim yang terus meruntuhkan hujan tanpa bosan
Cinta yang ternoda selalu renta mengirimkan airmata
Kesetiaan tergulung nyeri karena awan memenuhi hari
Janji-janji tak tergenapi hati kita saling mengunci
Lautan sunyi para nelayan memutus mimpi, camar sendiri

Seperti musim yang terus menangis dengan wajah meringis
Harapan bersama telah hanyut terbawa arus mungkin pupus
Hendak menggapai, galah di perahu tak cukup panjang untuk diraih
Lalu dua hati saling melempar caki-maki menyuburkan dengki
Lautan sepi, batu-batu menjadi mati mengingkar janji, sunyi

Seperti musim yang terus melahirkan kelabu tanpa ragu
Desember yang gagu membuat kita saling terpaku lalu tergugu
Arah haluan terasa buram sama gelapnya berlayar malam
Penanda arah terlanjur padam lantaran hati remuk-redam
Kau menuju karang aku terhantam taufan, sama juga karam

Berharap siang awan gelap tak bosan menghadang, nasib malang
Lelaki ikan atau perempuan karam sampai kapan melarung sayang
Mencuri perawan sama saja mendulang awan, bayang-bayang
Janji-janji menjadi pasi menanti mati sebentar lagi, bisa pari
Peluit terakhir menuntut janji, kita kembali menjadi sunyi

Banda Aceh, 7 Desember 2008

Telah Kutinggalkan Jakarta

Telah kutinggalkan dirimu dalam kibasan airmata
Murungnya langit Jakarta adalah murung hati kita
Jikapun awan menjadi keruh di wajah dan tatap mata
Kita sungguh tak akan lagi saling peduli tak saling bersama
Tajam khianat telah sama kita tikamkan meluka di dada

Telah kuangkut kenangan terakhir dari larik puisi paling sepi
Membawanya berlari sampai batas amarah tak lagi berapi
Demi masa lalu dan hari nanti yang selalu tak pasti
Cinta hanyalah getar pinggul dan pemberontakan kelamin
Selebihnya kata-kata cuma desahan dan erang kebasahan

Telah kulepas hasrat terakhir setelah pertengkaran malam buta
Lalu berlayar hingga batas tak bernama, meraba-raba makna
Mungkin saja nyata mungkin tak ada, tapi harapan haruslah ada
Jikapun nanti ada purnama bisalah dipakai untuk berkaca
Meski terbaca jelaga kita telah sama merdeka membuka mata

Bandara Soekarno-Hatta, 5 Desember 2008

Senin, 01 Desember 2008

Sajak Dari Cikarang

Kau mengirim cemburu seperti taring ikan hiu
Sedang aku terkantuk-kantuk antara Cengkareng dan Lippo Cikarang
Perjalanan malam ini seperti meneteskan luka dengan air garam
Perih berseliweran dari ubun-ubun hingga celah dada
Aku begitu asing menatap Jakarta dari jendela taksi, pasi

Di Cikarang kuhirup aroma nila yang menguap dari tubuh malam
Marka jalan seolah usus terburai cerai berai tergilas ban mobil
Tapi dari tanah seberang kau terus mengirim anak panah kata-kata
Menikam ke jantung hingga ujung jemari, mengapa begitu kasih?

Di layar televisi ada sinetron percintaan yang entah apa judulnya
Cerita tentang anak remaja dengan pongahnya berganti pacar
Lalu aku merasa kau sedang menangis seperti gadis di televisi
Padahal kita sudah terlalu tua untuk bermain dengan hati

Kau semakin merajalela mengirim kutukan seperti penyihir
Seolah aku bisa meminang seribu gadis dalam erang kenikmatan
Kau tahu aku hanya pemburu sepi dengan wajah terlalu biasa
Untung tak di bilang binasa, mana mungkin ada yang mau
Tapi itulah kau, selalu tak percaya dan mengutukku seperti anjing

Cikarang, 02 Desember 2008