Selasa, 24 Februari 2009
Metafora Para Pelayar
Jarak tempuh cuma sejengkal terbaca dimuka
Selebihnya luka-luka merusak dada
Hitam dan kelam memotret cerita sebagai bayang-bayang
Sekian lama menampung derita
Palka dan geladak terendam airmata
Sebagai pelayar jalan pulang bukanlah rumah
Alamat menuju hanya lautan sekujur waktu
Merakit hidup dalam getir dan patah hati
Kekasih sejati hanya layar dan tali-temali
Tiada halangan paling berarti
Pelayar sejati memerlukan nyali
Sekali layar menusuk langit
Perahu melaju dan tak kembali
Berlayar pulang hanyalah mati
Banda Aceh, 25 Februari 2009
Kamis, 19 Februari 2009
Semakin Aku Termabuk Rindu
Kekasihku langitkah itu lautkah itu engkau satu
Kemanapun arah melaju hanya kau tempat menuju
Tuntunlah aku merapat ke sisimu menjadi satu
Air mengalir ombak menari ke arah muara saling mencari
Aku padamu sesungguh hati engkau Ilahi kekasih sejati
Ilusi dunia tak akan kucari selain pintu untuk kembali
Merawat mimpi dan janji sehati mencari mati biar abadi
Rindu menjalar harapan menyebar harapkan Mahsyar
Berilah sayap lebarkan layar berapa harga akan kubayar
Tiada tujuan selain engkau arah kemana aku berlayar
Demi cinta kubayar mahar menuju engkau sepenuh sabar
Banda Aceh, 20 Februari 2009
Bambu Sudah Gila Hati Nona Sudah Tapela
Menggambar luka sepenuh muka
Melarung debu sekujur tubuh
Merendam garam sebatang punggung
Masa depan tiada berujung, gelappun turun
Perempuan pergi lelakipun mati
Latuan sunyi nelayan pasi, tak ada bini
Di ujung meti jin salai merapal doti-doti
Sudah gila, ini bambu sudah gila, bambu gila
Hati nona sudah tapela sudah merana
Dimana-mana airmata dimana-mana luka
Sio kona badan binasa sio kona hati sengsara
Perempuan berduka lelaki putus asa
Banda Aceh, 19 Februari 2009
*Jin salai= setan menari, Tapela=retak, Sio kona=aduh kasihan
Minggu, 15 Februari 2009
Sekamar Rindu Setubuh Pilu
Pulang saja seperti bangau ke arah sunyi
Meskipun nasib terasa payau dan hari-hari
Muara yang sunyi selalu setia memeluk janji
Hidup adalah belati seperti juga ruang di hati
Jikapun mati jangan sampai menusuk diri
Meski rindu terasa usang dan basa-basi
Layar yang dulu janji yang palsu
Jangan karam itu perahu
Teruskan saja arah manuju
Seiring waktu sejukur linu menjelma batu
Sekamar rindu setubuh pilu menjadi biru
Banda Aceh, 16 Februari 2009
Selasa, 10 Februari 2009
Satu Sajak Kehilangan
Bulan merangkak dari kaki timur langit
Di tepian krueng Aceh dan malam yang pasi
Kubaca gerak bibirmu terasa retak
Sekaleng bir dalam kemasan palsu
Merapatkan hangatmu yang dahulu ada
Sendiri begini luka-luka kian menganga
Menambah derita di dalam dada
Ke arah mana mencari muara
Tiada alamat tempat bersua
Rindu membara engkaupun tiada
Sebatang kara memanggul sengsara
Menyandarkan duka kepada siapa
Aku merana menahan siksa, menunggu binasa
Banda Aceh, 11 Februari 2009
Senin, 09 Februari 2009
Keroncong Laut Sunyi
Seperti rintihan irama keroncong yang menyayat hati
Engkaupun telah pergi setelah malam penuh airmata
Demi mimpimu yang terus berlari di atas awan
Bentang pelangi bukanlah tangga untuk kembali
Kecuali rinai yang menggayut di penghujung dua mata
Aku lelaki tak mampu lagi merajut layar menjadi layang-layang
Mengejarmu hanya bayang-bayang, tak mungkin sampai aku ke awan
Tapi namamu telah tertulis di badan kapal, sebagai teman merajut malam
Hingga jika karam, kenangan tentangmu kubawa pulang menjadi karang
Suara-suara hati seperti para mardijkers melagukan mimpi
Dari balik palka sepi melahirkan shymponi, senandung hati
Lalu kata tak lagi berbunyi selain deretan abjad yang mati
Dan segalanya menjadi sepi, seperti keroncong meneruskan sunyi
Banda Aceh, 10 Februari 2009
*Mardijkers=Sebutan untuk budak yang sudah di merdekakan Portugis
Senin, 02 Februari 2009
Biar Ajal Ikut Mengantar
Jika takut mengibar layar karena ragu pada tujuan
Putar saja haluan ke pantai tujukan perahu ke nasib semula
Padamkan segala harapan biar abu di perapian
Mungkin saja tercipta damai tapi engkau tak lagi petarung
Takdir pelaut adalah hari-hari memperpanjang jarak
Menandai samudera menggapai benua bertukar cerita
Tentang harapan selalu terbawa di atas geladak
Tak pernah padam walau cuaca terkadang buram
Maka berangkatlah sebelum petang selagi angin masih bertandang
Naikkan layar sepenuh tiang jangan perahu surut ke pantai
Biar ajal ikut mengantar ke batas mana segalanya hilang
Banda Aceh, 02 Februari 2009