Rabu, 27 Mei 2009

Satu Babak Kalamata

Demi janji-janjimu yang memberi warna ragu
Aku terus menyimpan amarah diam-diam, dendam kesumat
Dalam sengau nyanyi kakaktua di hutan Halmahera
Meski tanah tersus digali demi emas dan upeti

Dari tunas-tunas pala dan pucuk daun cengkeh
Telah kuramu satu bisa paling racun untuk baginda
Dan demi singgasana yang kau curi tanpa suara
Sungguh akan kurebut kembali demi harga diri
Biar anak cucu tak sampai mati bunuh diri

Dari sini, dari tajam dan lancipnya tanjung Bobane igo
Akan kutikam jantungmu seperti Nuku kepada Belanda
Membawa sejuta cora-cora dan anak panah ke Ngara Lamo
Memintamu turun tahta dengan muntahan lahar Gamalama

Ternate, 27 Mei 2009


Rabu, 20 Mei 2009

Tanah Air Sio Kona

Sejarah pernah menyalakan api dari tanah ini, Maloku Kie Raha
Sumpah Kaicil Paparangan pada niat merdeka dan harkat bangsa
Berbilang abad, Sultan Nuku mengangkat parang maju ke muka
Dari Tidore dengan Cora-cora dia sudah angkat senjata
Melaju ke Seram hingga Papua, Saidul Jihad lama berjaya
Di Raja Ampat membangun armada tapi sekarang negeri binasa

Masa kini adalah masa lalu yang datang berulang
Tapi siapa bisa paka dada menghadang kuasa, seperti Nuku pada Belanda
Di singgasana Salahakan salah kuasa
Dari pulau Sula sampai ujung Halmahera
Walau mereka bukan turunan kasta Istana

Kini negeri banjir airmata rakyat sengsara
Tapi Kolano seturut jua menimbun harta memuja wanita
Membangun Masjid untuk tempat menyepuh dosa
Pada wajah yang memang suasa

Siapa kini berdiri di muka mengangkat tinggi tongkat Sang Musa
Sio kona negeri nanena, hancur binasa Nuku tak ada

Ternate, 20 Mei 2009


* Maloku Kieraha= Maluku Empat Gunung, Kaicil Paparanga dan Saidul Jihad= Gelar Sultan Nuku, Cora-cora=Perahu tradisional yang menjadi armada perang Sultan Nuku, Paka dada=tepuk dada, Salahakan= Gelar Kepangkatan dalam Kesultanan seperti Adipati di bawah Sultan, Kolano= Sultan, Negeri nanana=negeri ini


Rumah Mimpi di Batas Pantai

Kubayangkan engkau menari gemulai
Sambil berlari di pasir pantai
Diantara ombak dan senja yang rinai
Basah kakimu butiran air berwarna mimpi

Ada tawa sekujur muka
Di lapangnya dada cinta mengada

Kubayangkan engkau datang bersua
Membawa rasa yang dulu tertunda
Cinta yang lama kembali menyala

Berumah kita di batas pantai
Berdinding atap dari bunga-bunga
Seperti dahulu pernah terandai
Anak kita tertidur disana

Tapi sayang segala melayang
Kisah kita telah layang-layang
Terlanjur hilang menjadi bayang

Ternate, 19 Mei 2009



Minggu, 17 Mei 2009

Sayap Hitam Bidadari Haliyora

Separuh hari di kota Ternate yang terus mendung
Telah melebarkan sayap kabut ke punggung
GamalamaLalu bayangan Halmahera timbul tenggelam

Di antara batas awan dan gelombang
Seperti juga harapan pada tanah kelahiran yang mengawang

Karena dusta dan khianat demi kursi

Hidup adalah melempar nasib ke mulut gurango
Tajam giginya memutus nurani dan akal sehat
Sama juga gelapnya mengikat nasib di sayap bidadari
Entah ke Khayangan entah ke Senayan
Harga sebuah kursi telah mereka beli
Dan tak kembali menyeka airmata anak sendiri

Ternate, 16 Mei 2009

* Haliyora=Nama lain Halmahera, Gurango=Ikan Hiu


Sabtu, 09 Mei 2009

Manifesto Sepasang Rindu

Tak ada lagu seindah airmatamu dari ujung telepon mengabarkan rindu
Pada cinta yang telah kita ikrarkan sehidup semati

Jarak yang menghulu adalah ikatan yang mengakrabkan hati

Setia padamu adalah jalan menuju Ilahi, hanya Ridho-Nya yang kita cari


Menempuh perjalanan waktu tanpa di sisi engkau mengada
Adalah perjalanan panjang hakkat cinta, tak akan binasa
Bila diraba getar di dada hanya ada ketukan nada

Melagukan nana yang akrab di mata hingga nanti kita bersua


Tentang setia doakan saja biar tak ada hasrat berdusta
Membina rumah tangga tak semudah mengucapkan kata

Hanya dengan percaya amanah di dada tolonglah jaga

Biar airmata tak sampai datang berwajah sengsara


Perempuan Langsa dengan cinta bertudung seulanga

Tak ada rindu seindah airmatamu dari ujung telepon memanggil namaku

Selamat tidur kekasih hatiku hadirkan aku ke dalam mimpimu


Bandara Soekarno-hatta,. 9 Mei 2009

Pukul, 00.43 wib


Kamis, 07 Mei 2009

Mencintaimu Aceh

Mencintaimu Aceh adalah cinta sepenuh hati
Bukan sembah ke duli tuanku Iskandar muda

Kepada Fansury hamba belajar memetik buih

Kepada gadismu hamba belajar mencari arti


Mencintaimu Aceh adalah kecintaan pada Ilahi

Pada nyawa yang telah berulangkali parsah pada moncong bedil
Pada perempuanku dulu yang kau ambil bersama tsunami
Pada anak yang kau rangkul di tanah sepi

Pada hidup yang terus memberi, aku beristri


Mencintaimu Aceh adalah nyawa seluruh keluarga

Tanah yang lama kurasa punya, teman dan saudara

Tak mungkin mati menjadi sia, janjiku setia


Mencintaimu Aceh adalah cinta tanah ibunda

Seperti sang laksamana mendera Belanda dahulu kala


Banda Aceh, 7 Mei 2009